Kamis, 04 Oktober 2018

Biografi Jenderal Soedirman



Biografi Jenderal Soedirman – Pahlawan Indonesia

Jenderal Soedirman, dikenal sebagai salah satu pahlawan Indonesia, jasa-jasanya sangat dikenang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jenderal Besar Soedirman menurut Ejaan Soewandi dibaca Sudirman, Ia merupakan salah satu orang yang memperoleh pangkat bintang lima selain Soeharto dan A.H Nasution.


Nama                : Raden Soedirman
Dikenal             : Jenderal Besar Soedirman
Lahir                 : Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916
Wafat                : Magelang, Jawa Tengah, 29 Januari 1950
Orang Tua        : Karsid Kartawiraji (ayah), Siyem (ibu)
Saudara            : Muhammad Samingan
Istri                   : Alfiah
Anak                 : Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, Taufik Effendi, Titi Wahjuti Satyaningrum, Didi Praptiastuti,   Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, Ahmad Tidarwono.

Biografi Jenderal Sudirman
Jenderal Besar Soedirman ini lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, 24 Januari 1916. Ayahnya bernama Karsid Kartawiuraji dan ibunya bernama Siyem.
Namun ia lebih banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo yang merupakan seorang camat setelah diadopsi.
Ayah dan Ibu Sudirman merelakan anaknya diadopsi oleh pamannya karena kondisi keuangan pamannya lebih baik daripada orang tua Sudirman sehingga mereka ingin yang terbaik buat anaknya.

Masa Kecil
Di usia tujuh tahun, Soedirman masuk di HIS (hollandsch inlandsche school) atau sekolah pribumi. ia kemudian pindah ke sekolah milik Taman Siswa pada tahun ketujuhnya bersekolah.
Tahun berikutnya ia pindah ke Sekolah Wirotomo disebabkan sekolah milik taman siswa dianggap sebagai sekolah liar oleh pemerintah Belanda.
Soedirman diketahui sangat taat dalam beragama. ia mempelajari keIslaman dibawah bimbingan Raden Muhammad Kholil. Teman-teman Soedirman bahkan menjulukinya sebagai ‘Haji’. Ia sering berceramah dan rajin dalam belajar.
Di tahun 1934, pamannya Cokrosunaryo wafat. Hal ini menjadi pukulan berat bagi Soedirman. Ia dan keluarganya jatuh miskin. Meskipun begitu ia diperbolehkan tetap bersekolah tanpa membayar uang sekolah hingga ia tamat menurut Biografi Jenderal Soedirman yang ditulis oleh Sardiman (2008).
Di Wirotomo pula, Sudirman ikut mendirikan organisasi Islam bernama Hizbul Wathan milik Muhammadiyah. Beliau juga menjadi pemimpin organisasi tersebut pada cabang Cilacap setelah lulus dari Wirotomo.
Kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi serta ketaatan dalam Islam menjadikan ia dihormati oleh masyarakat.
Jenderal Soedirman merupakan salah satu tokoh besar di antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang jenderal. Setelah lulus, ia kembali belajar di Kweekschool, sekolah khusus calon guru milik Muhammadiyah pada zaman Hindia Belanda. namun berhenti karena kekurangan biaya.
Soedirman kembali ke Cilacap dan mulai mengajar di sekolah dasar Muhammadiyah. Disini pula ia bertemu dengan Alfiah, temannya sewaktu sekolah yang kemudian mereka menikah. Di Cilacap, Soedirman tinggal di rumah mertuanya yang bernama Raden Sostroatmodjo seorang pengusaha batik kaya. Selama mengajar di sekolah tersebut, beliau juga aktif dalam perkumpulan organisasi pemuda Muhammadiyah.
Setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia pada tahun 1942. Perubahan kekuasaan mulai terlihat. Jepang menutup sekolah tempat Soedirman mengajar dan mengalihfungsikannya menjadi pos militer. Meskipun begitu Soedirman melakukan negosiasi dengan Militer Jepang. Ia kemudian diizinkan kembali mengajar walapun kala itu perlengkapannya sangat dibatasi.
Di tahun 1944, Soedirman menjabat perwakilan di dewan karesidenan yang dibentuk oleh Jepang. Dan tak lama kemudian Soedirman diminta untuk bergabung dalam tentara PETA (Pembela Tanah Air) oleh Jepang.

Masuk di Militer
Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini.
Setelah bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dijatuhkan, kekuatan militer Jepang di Indonesia mulai melemah. Soedirman yang ketika itu ditahan di Bogor mulai memimpin kawan-kawannya untuk melakukan pelarian. Soedirman sendiri pergi ke Jakarta dan bertemu dengan Soekarno dan Mohammad Hatta. Kedua proklamator tersebut meminta Soedirman memimpin pasukan melawan Jepang di Jakarta. Namun ditolak oleh Soedirman.
Ia memilih memimpin pasukannya di Kroya pada tahun 19 agustus 1945.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Pemerintah mendirikan BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan melebur PETA kedalamnya. Soedirman bersama tentaranya kemudian mendirikan cabang BKR di Banyumas. Ia memimpin masyarakat disana dalam melucuti persenjataan tentara Jepang.
Presiden Soekarno kemudian membentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Dimana personilnya berasal dari mantan KNIL, PETA dan Heiho. Ketika itu Soekarno menunjuk Supriyadi sebagai panglima TKR. Namun ia tidak muncul.
Inggris yang ketika itu mendarat di Indonesia bersama dengan NICA mulai mempersenjatai tentara Belanda dan mendirikan pangkalan di Magelang.
Sudirman yang kala itu menjabat sebagai kolonel mengirim pasukan untuk mengusir Inggris serta tentara Belanda di Ambarawa. Oleh Urip Sumoharjo, Soedirman ditunjuk sebagai kepala divisi V.
   
Diangkat Sebagai Panglima TKR
Pada tanggal 12 November 1945, Soedirman yang kala itu berumur 29 tahun terpilih sebagai pemimpin TKR. Sudirman kemudian dipromosikan sebagai seorang Jenderal. Ia juga menunjuk Urip Sumoharjo sebagai kepala staf TKR. Walaupun begitu ia ketika itu belum secara resmi dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala TKR.


Agresi Militer Belanda
Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang, ternyata tentara Belanda ikut dibonceng.
Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara sekutu. Demikianlah pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Soedirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa.
Dan pada tanggal 12 Desember tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang.
Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih dikenal dengan Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya sudah dikuasai.
Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Keadaannya sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang berfungsi.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil dikuasai Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga sudah ditawan. Melihat keadaan itu, walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan.
Namun anjuran itu tidak bisa dipenuhinya karena dorongan hatinya untuk melakukan perlawanan pada Belanda serta mengingat akan tanggungjawabnya sebagai pemimpin tentara.

Melakukan Perang Gerilya
Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak ada.
Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak merasakan penyakitnya.
Namun akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.

Jenderal Soedirman Wafat
Penyakit TBC yang menggerogoti Jenderal Soedirman kala itu kian parah. Beliau rajin memeriksakan diri di rumah sakit Panti Rapih. Disaat itu juga, Indonesia sedang dalam negosiasi dengan Belanda menuntut pengakuan kedaulatan Indonesia.
Jenderal Soedirman kala itu jarang tampil karena sedang dirawat di Sanatorium diwilayah Pakem dan kemudian pindah ke Magelang pada bulan desember 1949.
Belanda kemudian mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 desember 1949 melalui Republik Indonesia Serikat. Jenderal Soedirman saat itu juga diangkat sebagai Panglima Besar TNI.
Menurut biografi Jenderal Soedirman, Diketahui setelah berjuang keras melawan penyakitnya, Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar Soedirman wafat di Magelang. Pemakamannya di Yogyakarta diiringi oleh konvoi empat tank serta 80 kendaraan bermotor.


Masyarakat kala itu tumpah ruah ke jalan memberikan penghormatan terakhir ke Panglima Soedirman. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Pemakamannya dilakukan dengan prosesi militer. Beliau dimakamkan disamping makam jenderal Urip  Sumoharjo. Jenderal Soedirman kemudian dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.


Jabatan di Militer
·         Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal Besar Bintang Lima
·         Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel
·         Komandan Batalyon di Kroya
  
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar